Bahasa Cewek vs Bahasa Cowok

Jakarta, 5 September 2018

Bisakah kita menjaga jika sudah tidak ada rasa?

Bisakah kita bercerita jika sudah tidak ada cinta?

Karna bercinta pun tidak harus dengan cinta

Akankah kita terluka jika sudah tidak ada suka?

Akankah kita tersakiti jika sudah tidak ada peduli?

Lalu mengapa mengasihi sesuatu yang sudah usai?

Lalu mengapa kembali jika sudah memutuskan pergi?

Jika berpisah adalah jalan,

Kembali bukan pilihan

Jika masih ingin bersama, mengapa harus berpisah?

Jika memang ingin berpisah, mengapa masih bersama?

Karena sejujurnya, rasa tak akan pernah padam.

Ia hanya karam dan tenggelam.

Dan kadang yang sudah pudar

Kembali ke permukaan dengan sapaan “apa kabar?”

Hidup kadang selucu itu…

Kembali ke permukaan bukan berarti kembali mengarungi bersama,

Kadang hanya memori yang kembali hangat membara.

Karena kami adalah manusia.

Selayaknya kami mencintai Tuhan, namun tetap melakukan dosa

Kami pun mungkin akan mendua, walau tetap memiliki cinta

Tidak, kami tidak mendua.

Hanya menjaga perasaan seseorang yang pernah berarti untuk kami dengan tutur kata yang sangat halus menjurus modus.

Tapi

“Bisakah kita menjaga jika sudah tidak ada rasa?”

Tidak, kami tidak mendua.

Hanya takut menyakiti perasaan seseorang yang pernah kami cintai dengan tutur kata yang sangat rapi menjurus intimasi.

Tapi

“Akankah kita terluka jika sudah tidak ada suka?

 Akankah kita tersakiti jika sudah tidak ada peduli?”

Karena intimasi tidak melulu dengan hubungan intim, percakapan hangat penuh emosi pun adalah intimasi.

Karena percakapan penuh emosi tidak melulu amarah, nostalgia masa lalu pun termasuk luapan emosi.

Lalu,

Jika itu adalah hal yang wajar, maka status sudah tidak berarti apa apa lagi. Jika status saja sudah tidak termaknai, apalagi dengan komitmen.

Komitmen?

Ah sudahlah, itu hanya sebuah janji omong kosong layaknya para politisi di masa kampanye, dan setelah mendapat kedudukan serta status, semua tinggal menjadi angan.

With thought,

Keresahan hati