My Karma?


2015,
Gue berusia belum genap 21 tahun, saat itu gue sedang menyusun skripsi gue.
Sembari menyusun skripsi, rasa bosan dan tekanan dari sang pacar membuat gue jadi mahasiswa tingkat akhir yang sudah tidak ada kelas dan sudah bekerja, ya gue bekerja agar tidak dianggap remeh, maklum saja sang pacar sudah memasuki dunia kerja dan mungkin saat itu dia sedang mengalami quarter life crisis. Saat itu, sebelum gue memulai masuk dunia kerja, gue muak banget, dia marahin gue karna gue bangun diatas jam 1 siang dan tidur setelah jam 5 pagi, dunia gue dan dia benar-benar berbeda karena dia dipaksa bangun jam 5 pagi dan tidur jam 10 malam. Saat itu gue sama sekali gak ngerti kenapa dia marah-marah. Sekarang gue ngerti, dia cuma mau ditemenin, dia cuma mau gue sepenanggungan sama dia, sama-sama merasakan tai nya kehidupan, sama-sama bangun pagi, melawan macet dan kembali kerumah setelah ngantor. Sementara gue, keluar rumah sore, nongkrong sampe malem, subuh-subuh baru ngerjain skripsi sambil nongkrong juga. Dia marah-marah mulai dari gue yang gak bisa ngehargain waktu sampai gue yang buang-buang duit yang belum bisa gue hasilkan. Sekarang, gue ngerti posisinya dia.

Karena seringnya dia marah-marah, gue mulai menjauhi dia. Gue lari ke temen-temen kampus gue kalo gue kesusahan masalah skripsi, gue lari ke senior gue untuk minta rekomendasi sampai diskusi masalah skripsi dan perkuliahan. Gue lari ke temen-temen SMA gue kalo gue lagi pengen nongkrong, tanpa ngajak dan mengikutsertakan pacar gue itu, gue cuma mau bebas tanpa dia. Bahkan beberapa kali, gue chatting dengan lelaki lain hanya untuk mencurahkan keluh kesah gue, beberapa kali gue jalan tanpa ngasih tau karna gue males berantem, karna saat itu gue gatau dasar dia marah tuh apa. Bahkan gue nonton TV series dan baca novel aja bisa jadi masalah, that’s why gue gak pernah bilang sama dia. Gue hidup dalam kebisuan, hal yang gue lakukan dengan pacar ya semonoton itu, cuma say goodmorning, sayudah dikantor”, “udah dirumah”, udah, bahkan kata2 goodnight aja gak ada. Tiap weekend kita cuma jalan, makan, nonton tanpa pembahasan heart to heart.

Saat itu gue gak ngerti kenapa dia begitu, gue gak paham. Tapi sekarang gue tau.
Mungkin dia cuma kesepian, dia cuma mau gue, sebagai pasangannya ngertiin dia dan merasakan hal yang sama. Saat itu yang gue lakukan cuma menghindar yang pada akhirnya gue merasa bisa melakukan semua sendiri, gue merasa dia hanya iri dan marah-marah saja, gue merasa tidak dihargai gue merasa terganggu dan akhirnya rasa gue pupus dan kita berpisah.

Dan gue cuma takut, gue sekarang berada di posisi ‘nya’ dulu. Dan pasangan gue sekarang melakukan hal yang persis gue lakukan dulu. Dan pada akhirnya kita hanya sibuk dengan ego masing-masing.
Gue dengan ego ingin dimengerti kesibukan dan tanggungjawabnya.
Dia dengan ego menikmati masa mudanya.
Dan pada akhirnya, kita hanya saling menjauhkan diri satu sama lain

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bahasa Cewek vs Bahasa Cowok

My Chairmate

my brothers