Hai hai kita berjumpa
lagi nih, ya map ya namanya juga pengangguran jadi terlalu banyak waktu luang
kan, tapi please jangan tanya tentang skripsi gue, dia lagi gak mau diganggu,
mungkin lagi ada masalah pribadi jadi gue berbesar hati untung meninggalkan dia
sendiri dulu, lo tau kan setiap orang kalo lagi ada masalah butuh ditingal
sendiri dulu..
Gak, gue lagi gak ada
masalah, lebih tepatnya sedang berlatih mengontrol emosi, mungkin itu yang
orang-orang dewasa lakukan, walaupun hancur harus tetap tersenyum, walaupun
marah dan berapi-api harus tetap dingin. Dulu sih gue jagonya kalo disuruh
mendem emosi, mendem ya bukan mengendalikan. Semua gue pendem sampai disatu
titik yang gak gue kuat dan keluar semua,
rasa sakit, sedih dan marah, tapi seringkali gue salah melimpahkannya,
untung aja orang-orang disekitar gue sangat cukup mengerti gue. Sampai akhirnya
gue iri dengan orang-orang yang bisa dengan gampang mengeluarkan isi hatinya,
mereka yang spontanitas, mereka yang tampa tidak pernah membatin, dan sedikit
demi sedikit gue mencoba itu atas saran seorang teman, dan ya memang lebih
baik, jauh. Disaat marah, kesel, sedih maupun terharu, kita menangis (maklum
cewek) tapi sampai satu titik seseorang mengatakan itu kekanak-kanakan dan
menuntun gue untuk lebih mengontrolnya. Awalnya gue kembali memendamnya dan
meledak setiap saat itu sudah sampai batas, tapi sekarang ya gue belajar untuk
mengendalikan, gue berusaha berfikir dari sudut pandang lain yang memungkinkan
itu ada nilai baiknya, ya walaupun ada yang bilang positif thinking sama
bohongin diri sendiri beda tipis sih, tapi anggap aja itu baik, cara lain ialah
pengalihan perhatian, ya gue jadi jauh lebih sibuk nonton film, main game dan
nulis disini, iya ini salah satu pengalihan perhatian gue dan gue berusaha
menghormati, apapun, seperti yang gue tulis di post sebelumnya.
Gue jadi inget salah
satu quotes dari film yang sempet gue nonton, maknanya sih gini
“kita semua hidup didunia dan ingin menguasainya, tapi cara kita berbeda-beda, kamu harus menjadi orang nomor satu di dunia barulah merasa memiliki dunia, sementara dia (adiknya) hanya dengan memiliki dan bersama cintanya, ia sudah memiliki dunianya”.
Gue gak akan membahas cinta-cintaannya, tapi ya semua orang punya
perspektifnya sendiri, passion nya sendiri di dunia, jadi satu-satunya cara
untuk tidak men-judge adalah dengan
berfikir dari perspektif lain dan mencoba memahaminya… walaupun sulit.
Kahlil Gibran pernah
bilang, dalam hidup berdirilah sama rata, namun jangan terlalu dekat karna
pilar-pilar candi dibuat tidak terlalu dekat satu sama yang lain. Tapi ditempat
lain gue pernah baca, kita diciptakan berpasangan bukan hanya sebagai rekan
kerja dalam kehidupan yang berjarak sejauh jabatan tangan, kita diciptakan
untuk saling menopang, dan menutupi kelemahan satu dengan yang lain, jika kamu
sudah sangat sempurna untuk berdiri sendiri, bukankah kamu mampu tanpa temanmu, keluargamu,
pasanganmu dan Tuhanmu?
Tapi yang gue dapatkan
akhir-akhir ini adalah pelajaran dimana sesuatu yang membuat kita bergantung
itu menyakitkan. Dan mereka menyuruh gue untuk seperti burung-burung itu, yang walaupun
membutuhkan pohon untuk berteduh, bersandar dan menaruh sangkarnya, ia mempunyai sayap
yang dapat ia pakai sewaktu-waktu pohon itu jatuh dan meninggalkannya.
So what make you addicted? Some people called its passion, some people said its love, sweet, but what I know obsession is addicted too, isn’t true? So what are we? We are people who need each other, but what are we in this world? Just a nature instinct as a human? Just a business? Obsession to each other? Or love?
maybe its seems different, but for long time, its seems same.
Komentar
Posting Komentar