biasa-nya


Witing tresna jalaran saka kulina.


Cinta datang karena terbiasa, biasa, membiasakan atau memang dibiasakan karna kehidupan yang sengaja di setting monoton?

Contoh kecil, dulu gue gak suka lama-lama di sekret KMK, tau aja enggak, eh sekarang gak afdol gitu kalo belum kesana kalo lagi dikampus. Atau dulu gue keseringan dirumah sampe-sampe gak mandi kalo gak keluar, mulai kesini gue mulai sering keluar jadi mandi terus, kalo lagi dirumah pun gue sempet-sempetin mandi soalnya gak betah kalo belum mandi. Terbiasa.

Sampe ada seseorang yang bertanya “kamu gak bisa ya ditinggal sebentar aja?” sebentar dalam konteks bukan 5 menit, bukan 30 menit, tapi mungkin berjam-jam atau berhari-hari. Kalo secara rasional jawabannya pasti bisalah, buktinya, satu tahun empat bulan yang lalu semuanya baik-baik aja. Tapi balik lagi, sekarang ya sekarang, sekarang bukan dulu, terlalu banyak  yang gue alami selama satu tahun. Gue gak nyalahin siapa-siapa hanya saja mungkin gue sudah terbiasa, terbiasa di protect, terbiasa melihat dan merasakan secara fisik, terbiasa dengan orang lain yang bisa bikin gue nyaman selain diri gue sendiri, terbiasa dan terbiasa dengan situasi dan kondisinya, terbiasa dan akhirnya gue mengambil sebuah kesimpulan bahwa ini hidup gue dengan semua partikel-partikel didalamnya yang lagi-lagi terbiasa bersama gue hampir 24 jam x 7 hari selama seminggu dan 4 minggu dalam sebulan dan mungkin 12 bulan dalam setahun. Sampe pertanyaan itu datang dan ... 
iya juga ya, semua yang hadir di kehidupan lo bukan berarti mereka tergabung dalam kehidupan lo, ribet ya? Ya maknanya, gak semua yang ada sama lo itu milik lo, kaya nyawa lo, itu ada di badan lo tapi tetep kan itu punya Tuhan, bukan elo, ya seperti itulah.


Lagi lagi hal yang gue anggap biasa ternyata udah mulai menjadi comfort zone gue, dan disaat gue baru sadar dan menikmati semuanya, saat itu harus menjadi titik balik, menarik diri dari comfort zone dan mulai membiasakan kembali kebiasaan lama, kembali pada teman-teman.
Kalo dipikir-pikir udah lama juga ya gue terfokuskan pada satu titik, hanya melihat pada satu titik, emang kaca mobil paling besar di depan supaya kita bisa terfokus dengan perjalanan di depan kita, tapi pengendara butuh juga kan spion kanan kiri tengah, dan kaca-kaca disetiap pintu kan? Mungkin gue terlalu melihat kedepan, dan hampir lupa menengok ke samping-samping. Hampir lupa kalo gue punya cukup banyak, gak gak banyak, ya cukup kaca-kaca lain. Dan saat gue harus keluar dari zona nyaman gue, ya merekalah yang gue tuju. Karna titik fokus gue pun punya lebih banyak kaca-kaca yang harus dia perhatikan, gak selalu dan terus bisa menatap balik gue.

Bukannya Practice makes perfect ? satu-satunya jalan ya berlatih, walau dalam latihan pasti ada kepleset-keplesetnya, jatoh-jatohnya, lagi-lagi gak ada yang semulus rabutnya Anggun dan Rossa di iklan shampo panteen. Semoga, menjadi terbiasa lagi.



JANGAN JADIIN KATA ‘BIASANYA KAN’ ATAU ‘UDAH KEBIASAAN’ ITU SEBUAH ALIBI...




I miss you everytime you leave, even a second ago but I know you had ‘must to do’ things outside there
and me too, 
I should to grow up and accept it. 

Independence J










Nb: Apa  gunanya alat komunikasi kalo komunikasi harus secara face to face terus, asik dah 
*ngiris bawang bombay*

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bahasa Cewek vs Bahasa Cowok

my brothers

My Chairmate